Arsip:

Departemen Kajian Strategis dan Eskalasi Isu

RESENSI #3 : The 7 Habits of Highly Effective People

Judul : The 7 Habits of Highly Effective People
Pengarang : Stephen R. Covey
Penerbit : Dunamis publishing
Tahun terbit : Cetakan kedua edisi Bahasa Indonesia, Januari 2017
Tebal halaman : 472 halaman
Resensi oleh : Raditya Wulandari (Staf Departemen Kajian Strategis dan Eskalasi Isu)

Berawal dari iseng-iseng mencari books you must read before you die di mesin pencarian , buku ini muncul paling banyak disebutkan dan direkomendasikan banyak orang. The 7 Habits of Highly Effective People merupakan buku kategori pengembangan diri atau self improvement yang diitulis oleh Stephen R.Covey seorang konsultan perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat . Awal mendengar judulnya, saya agak kurang tertarik membacanya karena saya kira buku ini sejenis buku-buku motivasi kebanyakan yang menyajikan kiat-kiat instan untuk menjadi orang yang sukses. Terlebih sampul buku ini malah terlihat seperti buku tutorial-tutorial sukses SBMPTN, TOEFL, tes CPNS ataupun semacamnya. Namun benar adanya bila ada istilah don’t judge a book by its cover, karena hanya dengan membaca bab pertama saja spekulasi awal saya terbantahkan.

Pada bagian pertama buku ini, dikupas secara dalam tentang paradigma dan prinsip. Adapun istilah-istilah seperti etika kepribadian dan karakter, kehebatan primer dan sekunder, pergeseran paradigma dan efektivitas yang dikupas secara detail oleh Covey dengan didukung berbagai analogi-analogi yang dibuatnya. Selain itu, disuguhkan pula problematika-problematika manusia pada umumnya seperti permasalahan terhadap diri sendiri, pekerjaan, keluarga, pasangan dan masih banyak lagi yang seakan-akan membuat pembaca merasakan permasalahan yang sama seperti di dalam buku ini. Ada tiga pokok bahasan yang mendasari 7 kebiasaan efektif yaitu kemenangan pribadi, kemenangan publik dan pembaruan. Masing-masing pada kemenangan pribadi dan kemenangan publik dijelaskan 3 kebiasaan yang dapat dilakukan untuk meraihnya. Kita akan menemui bagian pembaruan ada istilah “mengasah gergaji” pada bagian akhir. Bagian ini yang merupakan poin penting pada tahap meraih kebiasaan yang efektif. Menurut Covey pada bagian inilah investasi terbesar kita dalam menghadapi hidup yang akan kita jalani, karena kita adalah alat untuk kinerja kita sendiri. Maka dari itu alat tersebut haruslah selalu diasah sesering mungkin.

Seperti yang Covey bilang dalam bukunya, buku ini bukanlah rumus-rumus instan yang dengan sekali membacanya buku ini sudah dapat kembali ke rak bukunya. Buku ini dirancang untuk membersamai dalam proses perubahan dan pertumbuhan yang berkesinambungan. Akan banyak dijumpai analogi-analogi, pengalaman hidup dan saran-saran dari Covey yang selaras dengan tiap sub bab yang dikupas. Bagi saya, buku ini merupakan salah satu buku pengembangan diri yang patut dibaca tiap orang di mana label “instan” “kilat” dan “cepat” bukan menjadi solusinya, tapi pemahaman dan penerimaan lah yang menjadi kuncinya. Buku ini sangat cocok untuk kalian di masa-masa pencarian jati diri, terlebih bagi kalian yang menemui kesulitan dalam mengelola diri sendiri dan ingin mencapai kebiasaan yang efektif. Selamat berproses dengan buku ini !

Salam Literasi,
Membuka wawasan, meluaskan pandangan.

Departemen Kajian Strategis dan Eskalasi Isu
BEM KMFA UGM 2018
Kabinet Karsa Ravindra

REVOLUSI INDUSTRI 4.0: Siapkah kamu menghadapinya?

Ritme hidup telah berubah drastis. Produksi sudah diambil alih oleh pabrik-pabrik besar lengkap dengan mesin dan robot ‘pintar’ mereka. [1]

Perubahan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya kini benar terjadi pada abad ke-21. Hal ini tak lepas dari berbagai macam kejadian di masa lalu, salah satunya adalah Revolusi Industri. Revolusi Industri menyebabkan perubahan cepat yang mempengaruhi berbagai sektor, incumbent yang tidak siap akan kerepotan mengahadapi disrupsi kreatif ini. Ditilik dari sejarahnya, Revolusi Industri telah terjadi empat kali. Revolusi Industri pertama dimulai dengan ditemukannya mesin uap, kereta api dan produksi yang dimekanisasi. Revolusi Industri yang kedua terjadi pada tahun 1890 dengan ditemukannya listrik dan pendekatan baru dalam manufaktur tentang produksi masal. Revolusi Industri ketiga terjadi ketika ditemukannya semikonduktor dan penyebaran computer serta internet pada tahun 1960an. [2]

Sekarang, kita sedang mengadapi Revolusi Industri yang keempat, pengembangan dari teknologi digital pada Revolusi Industri 3. Muncul berbagai terobosan baru yang tak hanya dalam bidang digital (artificial intelligence), tetapi juga pada bidang fisika (penemuan material baru), biologi (bio-engineering), Internet of Things dan teknologi-teknologi lainnya. Teknologi baru tersebut dan berbagai interaksi di dalamnya akan menawarkan berbagai penemuan baru. Hampir semua aspek dalam kehidupan kita akan terpengaruh: pekerjaan, model bisnis, struktur industri, interaksi sosial dan sistem pemerintahan.[2]

Disadari atau tidak disrupsi pada bidang transportasi sudah terjadi. Disrupsi ini terjadi merata di seluruh dunia atas hadirnya Uber, Grab dan Go-Jek. Terjadi keributan-keributan seperti black cab taxi di London atau Blue Bird di Jakarta bertarung melawan Uber, Grab dan Go-Jek pada tahun 2014-2016. Akibat serangan disrupsi, laba bersih dari dua perusahaan taksi besar di Indonesia turun drastis per September 2016. Blue Bird mengalami penurunan laba bersih sebesar 42,3% ( dari 629 miliar rupiah menjadi 362 milar rupiah).[3] Sementara itu, Taksi Ekspress mengalami rugi bersih sebesar 81,8 miliar rupiah dari sebelumnya untung sebesar 11,8 miliar rupiah.[4] Hal ini terjadi karena birokrasi mengatur perusahaan taksi harus memiliki pool sendiri, bengkel sendiri, armada sendiri. Menyebabkan perusahaan taksi mengeluarkan terlalu banyak uang untuk menjalankan bisnisnya. Berbeda dengan Go-Jek. Mereka tidak memiliki pool, bahkan satu armada taksipun mereka tidak punya. Mereka menjalankan sharing economy, armada dimiliki oleh mitra driver sehingga memang tidak memerlukan pool maupun bengkel, tentunya ini dapat memangkas pengeluaran dalam jumlah besar. Dampaknya jelas, harga jasa taksi menjadi murah dan ini lebih disukai masyarakat. Disrupsi akan mudah terjadi pada perusahaan dengan highly regulated. Layanan yang lebih murah akan selalu didukung masyarakat, sekalipun penguasa dan birokrasi menentang atau bahkan menangkap mereka.[5] Transportasi Online sendiri sempat dilarang pada 17 Desember 2015 oleh Kementrian Transportasi, namun sehari kemudian peraturan tersebut dicabut kembali. Hal ini menunjukkan birokrasi pun akan kesusahan untuk melarang sebuah perubahan yang masyarakat mendukungnya.

Revolusi Industri 4.0 yang sedang terjadi telah mengubah cara hidup, bekerja, berhubungan satu sama lain pada berbagai bidang seperti pada bidang transportasi dan bukan tidak mungkin mempengaruhi bidang yang lain. Kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi di masa depan pada sektor yang belum terpengaruhi. Satu hal yang jelas: dunia harus merespon terhadap perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari sektor publik, swasta, pemerintah sampai akademisi.[6]

Perubahan itu keniscayaan, datang untuk ditolak, dihindari atau dipersiapkan? Are you ready for being a part of the creative disruption ?

BEM KMFA 2018
Kabinet Karsa Ravindra

1. ^ Allen, C. Robert, 2017, The Industrial Revolution, UK: Oxford University Press
2. ^ Asean Development Bank, 2017, ASEAN 4.0:What does the Fourth Industrial Revolution meanfor regional economic integration?, Switzerland: World Economic Forum
3. ^ https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-3333777/taksi-express-rugi-rp-81-m-dalam-9-bulan
4. ^ https://finance.detik.com/bursa-valas/3333877/laba-blue-bird-tergerus-42-jadi-rp-362-m
5. ^ Kasali, Rhenald, 2017, Disruption, Jakarta: Gramedia.
6. ^ Tjandrawinata, Raymond R., 2016, Industri 4.0: revolusi industri abad ini dan pengaruhnya pada bidang kesehatan dan bioteknologi